Besarnya angka kerusakan hutan
rata-rata pertahun sangat mengkhawatirkan, yaitu tercepat kedua
setelah Brazil. Rakaryan Sukarjaputra
pada Harian Kompas (edisi 14 Desember 2007) dalam Laporan Khusus COP-13 Bali,
bahwa degradasi hutan Indonesia antara 1997-2000 mencapai 2,8 juta hektar per
tahun. Namun hasil studi Badan Planologi Kementerian (masih Departemen) Kehutanan bekerja sama dengan University of South Dakota, AS, bahwa
tingkat degradasi sebesar 1,08 juta hektar per tahun antara 2001-2005.
Meskipun tampaknya mengalami penurunan, angka 1,08 juta ha/tahun masih merupakan angka degradasi hutan yang cukup tinggi. Jika mau dirata-ratakan angka itu berarti bahwa dalam setiap jam terjadi kerusakan hutan seluas 123,29 hektar.
Pembalakan liar, perambahan hutan untuk pembukaan lahan, serta kebakaran hutan adalah tiga penyebab dominan deforestasi. Pembalakan liar lebih penting dari dua yang lainnya. Pembalak liar masih terus merajalela di rimba raya, meskipun pemberantasan illegal loging terus dilakukan.
Sanksi berat bagi pembalak liar yang tertuang dalam Inpres Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Illegal Loging dan Undang-undang Nomor 41 tentang Kehutanan tidak menciutkan nyali pelaku illegal loging. Kondisi ini menampilkan sebuah fenomena sosial menarik tentang bagaimana liku-liku kehidupan pelaku illegal loging. Dikhawatirkan bahwa terdapat suatu sisi kehidupan mereka yang belum tersentuh oleh pertimbangan logis kita, atau mungkin hanya bisa disentuh oleh pertimbangan kemanusiaan. Siapa sesungguhnya pelaku pembalak liar. Apakah pembalakan liar merupakan kerja individu murni yang sekedar untuk memenuhi isi perut, ataukah merupakan sebuah sindikat kaum berada. Mengapa para pembalak tersebut lebih betah mencari nafkah dengan mesin shinsaw ketimbang pekerjaan lainnya, ataukah mereka tidak memiliki kemampuan di bidang lain untuk menghasilkan uang. Sempatkah mereka memikirkan bahwa pohon tersebut memerlukan puluhan bahkan ratusan tahun hingga bisa sebesar sekarang ini, bahwa pohon-pohon itu akan habis dan bagaimana kondisi alam jika hutan terbabat habis. Tahukah mereka bahwa perbuatannya telah mengkibatkan banjir di daerah hilir. Sempatkah mereka memikirkan keterkaitan perbuatannya dengan kekurangan air irigasi pertanian di musim kemarau. Sudahkah mereka tahu bahwa perbuatannya itu melanggar hukum dan akan mendapatkan sanksi yang berat. Masih terlalu banyak pertanyaan yang harus terjawab lebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan publik yang objeknya adalah mereka.
Pemberantasan illegal loging hanya akan efektif jika kita telah mampu memahami seluk beluk kehidupan para pembalak liar. Mereka adalah sebuah komunitas yang perlu dihargai. Mereka juga adalah warga negara yang berhak mendapatkan penghidupan yang layak. Mereka adalah bagian dari makhluk sosial yang memiliki multidimensi kehidupan yang perlu kita pahami. Kita perlu lebih banyak berbaur dengan geliat kehidupan mereka.
Diperlukan sebuah pendekatan komprehensip untuk mengenali berbagai dimensi sosial mereka. Upaya ini jauh lebih penting dari pada mengejar-ngejar mereka di dalam rimba. Strategi pemerintahan Bapak Presiden Jokowi untuk memberdayakan masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan melalui skema Perhutanan Sosial (PS) bisa dinilai efektif. Efektif menekan praktek illegal loging bila berjalan dengan baik. Namun ini perlu kerja keras. Pengelolaan hutan berbasis tapak oleh KPH membuat kita lebih optimis. hal ini pun bila didukung oleh teman-teman penyuluh kehutanan di tingkat lapangan. Pemberdayaan tidak bisa lepas dari kegiatan penyuluhan. Tentunya kelompok masyarakat yang diberdayakan meliputi mereka pelaku-pelaku illegal loging. Keterlibatan dalam kelompok diharapkan justru bisa secara pelan-pelan merubah mereka menjadi mitra pemerintah dalam pemberantasan illegal loging.
Kelompok Tani Hutan, LPHD dan KMPM dalam wilayah kelola KPH Gunung Dako, melalui fasilitasi teman-teman Penyuluh Kehutanan telah mengajukan permohonan Izin Pengelolaan PS di Tahun 2017. Terdapat tiga KTH yang mengajukan permohonan IUPHKM, satu LPHD yang mengajukan permohonan IUPHD dan satu KMPM yang mengajukan permohonan kerja sama pengelolaan Jasa Lingkungan berupa Ekowisata Mangrove. Tentunya pada tahun 2018, diharapkan akan semakin banyak lembaga masyarakat yang berminat untuk ikut mengelola kawasan hutan. Pada prinsipnya, pengelolaan hutan melalui skema PS ini bertujuan mewujudkan masyarakat sejahtera dan hutan lestari.
Medio 2017
Tauhid Abdurrazaq
Meskipun tampaknya mengalami penurunan, angka 1,08 juta ha/tahun masih merupakan angka degradasi hutan yang cukup tinggi. Jika mau dirata-ratakan angka itu berarti bahwa dalam setiap jam terjadi kerusakan hutan seluas 123,29 hektar.
Pembalakan liar, perambahan hutan untuk pembukaan lahan, serta kebakaran hutan adalah tiga penyebab dominan deforestasi. Pembalakan liar lebih penting dari dua yang lainnya. Pembalak liar masih terus merajalela di rimba raya, meskipun pemberantasan illegal loging terus dilakukan.
Sanksi berat bagi pembalak liar yang tertuang dalam Inpres Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Illegal Loging dan Undang-undang Nomor 41 tentang Kehutanan tidak menciutkan nyali pelaku illegal loging. Kondisi ini menampilkan sebuah fenomena sosial menarik tentang bagaimana liku-liku kehidupan pelaku illegal loging. Dikhawatirkan bahwa terdapat suatu sisi kehidupan mereka yang belum tersentuh oleh pertimbangan logis kita, atau mungkin hanya bisa disentuh oleh pertimbangan kemanusiaan. Siapa sesungguhnya pelaku pembalak liar. Apakah pembalakan liar merupakan kerja individu murni yang sekedar untuk memenuhi isi perut, ataukah merupakan sebuah sindikat kaum berada. Mengapa para pembalak tersebut lebih betah mencari nafkah dengan mesin shinsaw ketimbang pekerjaan lainnya, ataukah mereka tidak memiliki kemampuan di bidang lain untuk menghasilkan uang. Sempatkah mereka memikirkan bahwa pohon tersebut memerlukan puluhan bahkan ratusan tahun hingga bisa sebesar sekarang ini, bahwa pohon-pohon itu akan habis dan bagaimana kondisi alam jika hutan terbabat habis. Tahukah mereka bahwa perbuatannya telah mengkibatkan banjir di daerah hilir. Sempatkah mereka memikirkan keterkaitan perbuatannya dengan kekurangan air irigasi pertanian di musim kemarau. Sudahkah mereka tahu bahwa perbuatannya itu melanggar hukum dan akan mendapatkan sanksi yang berat. Masih terlalu banyak pertanyaan yang harus terjawab lebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan publik yang objeknya adalah mereka.
Pemberantasan illegal loging hanya akan efektif jika kita telah mampu memahami seluk beluk kehidupan para pembalak liar. Mereka adalah sebuah komunitas yang perlu dihargai. Mereka juga adalah warga negara yang berhak mendapatkan penghidupan yang layak. Mereka adalah bagian dari makhluk sosial yang memiliki multidimensi kehidupan yang perlu kita pahami. Kita perlu lebih banyak berbaur dengan geliat kehidupan mereka.
Diperlukan sebuah pendekatan komprehensip untuk mengenali berbagai dimensi sosial mereka. Upaya ini jauh lebih penting dari pada mengejar-ngejar mereka di dalam rimba. Strategi pemerintahan Bapak Presiden Jokowi untuk memberdayakan masyarakat di sekitar dan dalam kawasan hutan melalui skema Perhutanan Sosial (PS) bisa dinilai efektif. Efektif menekan praktek illegal loging bila berjalan dengan baik. Namun ini perlu kerja keras. Pengelolaan hutan berbasis tapak oleh KPH membuat kita lebih optimis. hal ini pun bila didukung oleh teman-teman penyuluh kehutanan di tingkat lapangan. Pemberdayaan tidak bisa lepas dari kegiatan penyuluhan. Tentunya kelompok masyarakat yang diberdayakan meliputi mereka pelaku-pelaku illegal loging. Keterlibatan dalam kelompok diharapkan justru bisa secara pelan-pelan merubah mereka menjadi mitra pemerintah dalam pemberantasan illegal loging.
Kelompok Tani Hutan, LPHD dan KMPM dalam wilayah kelola KPH Gunung Dako, melalui fasilitasi teman-teman Penyuluh Kehutanan telah mengajukan permohonan Izin Pengelolaan PS di Tahun 2017. Terdapat tiga KTH yang mengajukan permohonan IUPHKM, satu LPHD yang mengajukan permohonan IUPHD dan satu KMPM yang mengajukan permohonan kerja sama pengelolaan Jasa Lingkungan berupa Ekowisata Mangrove. Tentunya pada tahun 2018, diharapkan akan semakin banyak lembaga masyarakat yang berminat untuk ikut mengelola kawasan hutan. Pada prinsipnya, pengelolaan hutan melalui skema PS ini bertujuan mewujudkan masyarakat sejahtera dan hutan lestari.
Medio 2017
Tauhid Abdurrazaq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar