Sabtu, 06 Januari 2018

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyatakan Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.

WCED (World Commission on Environment and Development) mendefinisikan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang diorientasikan untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (Hadi, 2005).

Mencermati kedua definisi tersebut, secara eksplisit menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah konsep pembangunan yang sangat menghormati hak generasi mendatang atas sumber daya alam dan lingkungan hidup yang layak. Mungkin senada dengan ungkapan yang menyatakan bahwa bumi ini bukanlah warisan nenek moyang kita tetapi titipan anak cucu kita.

Mengaitkan masalah deforestasi dan pencemaran lingkungan, maka jelas bahwa keduanya sangat bertentangan dengan konsep pembangunan berkelanjutan.  Lebih jelas lagi jika kita kaitkan dengan lima prinsip utama pembangunan berkelanjutan yaitu (Mas Achmad Santosa dalam Hadi dan Samekto, 2007):
  1. Prinsip keadilan antar generasi (intergenerational equity);
  2. Prinsip keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity);
  3. Prinsip pencegahan dini (precautionary);
  4. Prinsip perlindungan keragaman hayati (conservation of biological diversity);
  5. Prinsip internalisasi biaya lingkungan.

Mewujudkan pembangunan berkelanjutan memang cukup sulit, apalagi bagi negara berkembang seperti Indonesia. Berikut beberapa hambatan bagi upaya mewujudkan pembangunan bekelanjutan:

  • Negara kita telah terbebani dengan utang, baik dari Lembaga Keuangan Multinasional (IMF, Bank Asia atau yang lain), bank Dunia ataupun dari Negara lain. Lembaga atau negara tersebut memiliki akses dalam pengelolaan sumber daya alam di negeri ini.  Negara kita tetap memiliki fungsi kontrol terhadap kinerja mereka, tetapi kenyataanya perusahaan asing tersebut selalu memiliki argumen yang cukup kuat terhadap setiap teknis operasionalnya, bahwa mereka tidak merusak lingkungan. Memang ada kecenderungan bahwa alasan logis masih lebih unggul dari alasan etis.
  • Sistem pasar bebas yang mendorong terjadinya penggunaan sumber daya alam tanpa kendali. 
  • Orientasi peningkatan PAD menjadi corak pemerintahan era desentralisasi.  Menurut Hadi dan Samakto (2007), sampai saat ini kebijakan dan langkah-langkah strategis Pemerintah Kota/Kabupaten belum menampakkan adanya pembaruan menuju ke arah perbaikan lingkungan.  Kusus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan, alih fungsi lahan makin nampak pada lima tahun terakhir setelah reformasi.
  • Masih rendahya wawasan dan pemahaman tentang lingkungan hidup di kalangan birokrat.  SDM aparatur yang berkualifikasi di bidang pengelolaan lingkungan masih belum memadai.

Dalam upaya merealisasikan pembangunan berkelanjutan termasuk upaya mengurangi deforestasi dan pencemaran lingkungan, terdapat beberapa peluang berikut:

  • Dukungan dunia internasional dalam mengendalikan gejala pemanasan global yang telah berdampak pada perubahan iklim bumi.
  • Telah tersedianya perangkat hukum positif tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yaitu Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan penjabaran pelaksanaannya.
  • Telah tersedianya berbagai teknologi ramah lingkungan di berbagai negara maju.
  • Tersedianya instrumen pendekatan perlindungan lingkungan hidup, yaitu (Hadi dan Samekto, 2007):  rekayasa sosial berbasis ADA (atur dan awasi): AMDAL, UKL-UPL, baku mutu, pengendalian pencemaran air dan udara, serta limbah B3 dsb; dan rekayasa sosial berbasis ADS (atur diri sendiri): ecolabelling, proper, audit lingkungan dan audit sosial.
Pembaca yang terhormat, demikian diskusi kita kali ini. Semoga bermanfaat, sampai jumpa.  

Medio Desember 2017.

Tauhid Abdurrazaq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar